Get Mystery Box with random crypto!

SEJARAH ISLAM

Telegram kanalining logotibi belajarsejarahislam — SEJARAH ISLAM S
Telegram kanalining logotibi belajarsejarahislam — SEJARAH ISLAM
Kanal manzili: @belajarsejarahislam
Toifalar: Din
Til: Oʻzbek tili
Obunachilar: 12.09K
Kanalning ta’rifi

Kumpulan kisah para Nabi, Sahabat, dan Orang-orang Shalih
Diambil dari berbagai sumber

Ratings & Reviews

3.00

2 reviews

Reviews can be left only by registered users. All reviews are moderated by admins.

5 stars

0

4 stars

0

3 stars

2

2 stars

0

1 stars

0


Oxirgi xabar 3

2023-03-23 05:09:15
124 views02:09
Ochish/sharhlash
2023-03-13 01:14:54 Khalid bin Walid Diberhentikan untuk Kedua Kalinya dan untuk Selamanya

Oasemuslim 

Khalid bin Walid kembali diuji dengan pemecatannya yang kedua. Peristiwa tersebut terjadi pada tahun 17 H. [1] 
Saat itu beliau sedang berada di Qinsirin.

Amirul Mukminin mengetahui bahwa Khalid bin Walid dan Iyadh bin Ghanam melakukan penyerangan terhadap Romawi sampai masuk jauh ke dalam wilayah mereka. Pasukan keduanya membawa harta rampasan perang yang banyak.

Setelah itu orang-orang dari berbagai wilayah Syam datang untuk meminta harta rampasan kepada Khalid bin Walid, di antaranya Asy’ats bin Qais Al-Kindi. Khalid bin Walid memberikan kepadanya 10.000 dirham, dan hal ini diketahui oleh Amirul Mukminin.[2]

Mengetahui peristiwa itu, Umar Al-faruq menulis surat kepada Abu Ubaidah, panglima angkatan bersenjata di Syam. Dia meminta Abu Ubaidah agar memeriksa Khalid bin Walid tentang sumber harta yang ia berikan kepada Asy’ats. Umar kemudian memberhentikan Khalid bin Walid dari jabatan militer untuk selamanya.

Khalid bin Walid diminta datang ke Madinah untuk melakukan pemeriksaan. Ia diperiksa di hadapan Abu Ubaidah. Abu Ubaidah menyerahkan urusan pemeriksaan terhadap kurir Khalifah. Sementara kurir khalifah menyerahkan urusan pemeriksaan kepada mantan budak Abu Bakar.

Selesai pemeriksaan terbukti bahwa Khalid bin Walid tidak melakukan suatu kesalahan. Pemberian uang sebanyak 10.000 dirham dari harta rampasan perang terhadap Asy’ats yang dilakukannya sudah sesuai dengan prosedur. [3]

Seusai pemecatannya, Khalid bin Walid berpamitan kepada penduduk Syam. Dan yang cukup berat baginya adalah perpisahan antara komandan perang dengan pasukannya. Di hadapan orang-orang dia berkata:

Sesungguhnya Amirul Mukminin telah menugaskanku menjadi komandan perang di Syam dan memecatku ketika datang musim panen gandum dan madu.

Kemudian ada seorang lelaki yang bangkit dan berkata kepadanya, “Sabarlah wahai komandan. Sesungguhnya jabatan adalah cobaan.”

Khalid bin Walid menjawab, “Selagi Umar bin Al-Khattab masih hidup, saya tidak akan memangku jabatan lagi." [4]

Betapa sikap Khalid bin Walid ini merupakan buah dari keimanan yang kuat. Kekuatan spiritual apa yang mengendalikan diri Khalid bin Walid pada situasi yang demikian kompleks? Dari mana datangnya petunjuk kepada Khalid bin Walid sehingga dia dapat memberikan jawaban yang tenang dan penuh hikmah. [5]

Orang-orang pun tenang setelah mendengar jawaban Khalid bin Walid yang berisi tentang dukungannya kepada kebijaksanaan Amirul Mukminin Umar bin Khattab.

Dengan demikian, mereka mengetahui bahwa komandan mereka yang dipecat bukanlah termasuk dari orang-orang yang mengharap singgasana kebesarannya di atas kekacauan dan revolusi. Dia termasuk orang yang berpikiran untuk menjaga persatuan umat.

Khalid kemudian berangkat ke Madinah menemui Amirul Mukminin.
Amirul Mukminin berkata, “Wahai Khalid, sesungguhnya engkau di sisiku sangatlah mulia dan engkau adalah kekasihku.” Umar juga menulis surat yang dikirimkan ke berbagai wilayah sbb:

Sesungguhnya aku memecat Khalid bin Walid bukan karena aku benci kepadanya atau dia berkhianat. Akan tetapi orang-orang terlalu menghormatinya. Saya khawatir mereka akan menggantungkan kemenangan dalam medan pertempuran terhadap dirinya. Saya juga berharap mereka mengetahui bahwa Allah lah yang memberikan kemenangan. Saya juga berharap supaya mereka tidak tergoda dengan kehidupan dunia.

[1] Al-Aqqad, Abqariyatu Umar, hal.154-156.
[2] Tarikh Ath-Thabari, jilid V, hal. 41.
[3] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 324.
[4] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 247 dan Al Kamil fi At-tarikh, jilid II, hal. 165.
[5] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 247.
[6] Tarikh Al-madinah, jilid V halam 43.

Diringkas dari Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Umar bin Khattab, Pustaka Al-Kautsar 2013

@BelajarSejarahIslam
607 views22:14
Ochish/sharhlash
2023-03-13 01:14:54
603 views22:14
Ochish/sharhlash
2023-03-03 01:00:17 Diriwayatkan dari Anas bin Malik bahwa setelah Umar Al-Faruq diangkat sebagai khalifah, dia menulis surat kepada Khalid bin Walid. Dalam surat tersebut Umar bin Khatthab melarang Khalid bin Walid untuk tidak memberikan kambing atau onta kecuali atas seizinnya. Khalid bin Walid kemudian menulis surat kepada Umar Al-Faruq berisi, “Jika engkau menginginkan saya tetap menjabat, maka biarkan saya dalam keadaan seperti ini. Jika tidak, maka terserah engkau melakukan sesuatu sesuai dengan kebijaksanaanmu.”

Umar berkata, “Tidaklah aku berada dalam kebenaran jika aku mengusulkan suatu pendapat kepada Abu Bakar dan tidak aku lakukan.” Maka khalifah Umar bin Khatthab pun kemudian memecat Khalid bin Walid.[7]

Lebih dahulu, Umar bin Khatthab meminta kepada Khalid bin Walid untuk melaksanakan perintahnya. Akan tetapi Khalid bin Walid menolaknya. Bahkan, sebagaimana pada masa Abu Bakar mengirim surat kepadanya, Khalid bin Walid meminta kepada Umar bin Khatthab untuk membiarkannya melakukan sesuai kebijaksanaannya. Akan tetapi Umar Al-Faruq menolak ide Khalid bin Walid tersebut. [8]

Umar bin Khatthab memecat Khalid bin Walid karena suatu kebijakan yang diterapkan olehnya. Seorang pemimpin negara berhak untuk mengatur pemerintahan. Dan pada dasarnya tanggung jawab urusan pemerintahan berada di pundak kepala negara.

Dan Khalid bin Walid pun menerima pemecatan dirinya dengan hati yang lapang. Dia tetap bersedia berperang di bawah komando Abu Ubaidah, penggantinya selama enam tahun lamanya. Dan selama itu dia tidak pernah berselisih dengan Abu Ubaidah. Khalid bin Walid juga tidak mengingkari kemuliaan akhlak Abu Ubaidah dan ia selalu menghormatinya. Khalid selalu pergi bersamanya, mengikuti perintahnya, menghormati pendapat-pendapatnya dan selalu mendahulukan keputusannya. Sikap Khalid bin Walid ini menunjukkan atas ketulusan hatinya dalam berjuang. Atas jasanya, pasukan Islam berhasil menaklukkan Damaskus dan Qinsirin. Sikap yang ditunjukkan Khalid setelah pemecatannya menunjukkan atas kemuliaan jiwanya. Dia tetap Khalid bin Walid, pedang Allah, baik sebagai komandan atau anggota pasukan.

[1] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 321-322.
[2] Al-Bidayah An-Nihayah, jilid VII, hal. 115
[3] Tarikh Al-Islami, Jilid XI, hal. 146
[4] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 331.
[5] Ibid., hal. 332
[6] Ibid., hal. 332
[7] Al-Bidayah An-Nihayah, jilid VII, hal. 115.
[8] Shadiq Arjun, Khalid bin Walid, hal. 332.

Diringkas dari Prof. Dr. Ali Muhammad Ash-Shalabi, Biografi Umar bin Khattab, Pustaka Al-Kautsar 2013

Kita lanjutkan kisahnya besok, insyaallah...

@BelajarSejarahIslam
160 views22:00
Ochish/sharhlash
2023-03-02 01:35:16 Jangan lupa reactionnya...
269 views22:35
Ochish/sharhlash
2023-03-02 01:34:55 PERISTIWA DI BERHENTIKANNYA PANGLIMA KHALID BIN WALID

Semasa khalifah Umar bin Khatthab, Khalid bin Walid mengalami dipecat dua kali. Pertama adalah ketika dia menjabat sebagai panglima perang dan gubernur Syam. Pemecatan tersebut terjadi pada tahun 13 H, tepatnya satu hari setelah pengangkatan Umar bin Khatthab sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Pemecatan tersebut dilatarbelakangi perbedaan pendapat antara Umar bin Khatthab dan Abu Bakar dalam memberi kebebasan bertindak terhadap gubernur dan pegawai. Abu Bakar memberikan kebebasan penuh kepada para gubernur dalam menerapkan kebijaksanaannya. Abu Bakar hanya mensyaratkan kepada mereka agar merealisasikan keadilan secara sempurna baik antara kelompok atau individu.

Dia tidak mempermasalahkan, apakah kendali dalam menerapkan keadilan berada di tangannya atau gubernurnya. Menurutnya seorang gubernur memiliki hak untuk mengurusi wilayahnya tanpa harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan khalifah dalam masalah-masalah yang bukan prinsip. Menurut Abu Bakar, seseorang tak harus dipecat dari jabatannya jika menerapkan kebijakan dalam bidang harta atau lainnya, sepanjang keadilan tetap berjalan.[1]

Sementara Umar bin Khatthab pernah memberi masukan kepada Abu Bakar agar menulis surat kepada Khalid bin Walid supaya ia tidak memberikan kambing atau onta tanpa seizinnya.

Akan tetapi Khalid bin Walid kemudian membalas surat kepada Abu Bakar yang berisi:
"Jika engkau menginginkan supaya saya masih menjabat sebagai panglima perang, maka biarkanlah aku berbuat sesuai kebijaksanaanku. Jika tidak, maka terserah engkau melakukan sesuai kebijaksanaanmu."

Setelah itu Umar Al-Faruq pun mengusulkan kepada Abu Bakar untuk memecat Khalid bin Walid.[2]

Akan tetapi Abu Bakar tetap membiarkan Khalid bin Walid menjabat sebagai panglima perang.[3]

Setelah Umar bin Khatthab diangkat sebagai khalifah, dia tetap berpandangan bahwa seorang khalifah harus membatasi gubernur dalam menjalankan tugasnya. Seorang gubernur harus melaporkan kepada khalifah segala sesuatu yang terjadi. Khalifah mempertimbangkan laporan tersebut dan kemudian menentukan keputusannya. Seorang gubernur harus menaati semua perintah. Khalifah bertanggung jawab terhadap tugasnya sendiri dan tugas para gubernur.

Oleh karena itu, jika ada gubernur yang tidak melaporkan kebijaksanaannya terhadap khalifah, maka khalifah terpaksa memilih seseorang untuk menggantikan posisi gubernur.

Setelah dibaiat sebagai khalifah, Umar bin Khatthab berpidato di depan rakyatnya:

Sesungguhnya Allah mencobaku dengan menjadi pemimpin kalian. Allah juga mencoba kalian untuk taat kepadaku. Dia mentakdirkanku untuk menjadi khalifah setelah sahabatku. Demi Allah, jika aku tidak memahami masalah kalian, maka pasti ada orang yang menggantikan posisiku.

Setiap masalah yang aku hadapi, akan aku jalankan dengan sebaik-baiknya. Jika pegawai menjalankan tugasnya dengan baik, maka aku akan menghormati mereka. Jika sebaliknya, maka aku tidak segan-segan untuk memberikan sanksi kepadanya*.[4]

Umar juga berkata:

Bagaimana pendapat kalian, jika aku mengangkat seseorang yang menurutku baik untuk menjadi pemimpin, kemudian aku menyuruhnya untuk berbuat adil, apakah dengan seperti ini aku telah melakukan yang seharusnya aku lakukan?

“Yaa, benar,” jawab mereka.
Umar berkata, “Tidak demikian, sampai aku mengetahui pekerjaannya. Apakah dia melakukan seperti yang aku perintahkan atau sebaliknya. [5]

Ketika Umar bin Khatthab diangkat sebagai khalifah, dia bermaksud mengharuskan semua pejabatnya agar menerapkan semua kebijaksanaanya. Sebagian pejabat setuju dengan pendapatnya dan sebagian yang lain menolak. Di antara pejabat yang menolak kebijaksanaannya adalah Khalid bin Walid.[6]

Kita lanjutkan kisahnya besok, insyaallah...

@BelajarSejarahIslam
258 views22:34
Ochish/sharhlash
2023-03-02 01:34:55
265 views22:34
Ochish/sharhlash
2023-02-28 01:48:06 Reactionnya ya sbg bentuk support admin
218 views22:48
Ochish/sharhlash
2023-02-28 01:02:02 Referensi: 
— Al-Bidayah Wan-Nihayah Masa Khulafa’ur Rasyidin, Al-Hafizh Ibnu Katsir, Darul Haq – cetakan I – 2004, Jakarta
— Ringkasan Al-Bidayah Wan-Nihayah, Al-Hafizh Ibnu Katsir, Pustaka As-Sunnah – cetakan I, Jakarta
248 views22:02
Ochish/sharhlash
2023-02-28 01:01:10 Ketika mereka telah naik di atas pagar mereka meneriakkan takbir dengan suara kuat. Langsung pasukan Islam bergerak maju menaiki tangga-tangga yang telah disiapkan, segera Khalid dan para jagoan Islam turun ke bawah menuju para penjaga pintu benteng dan berhasil membinasakan mereka.

Kemudian Khalid beserta para sahabatnya memotong penutup pintu dengan pedang-pedang mereka hingga berhasil membuka pintu benteng dengan paksa, maka masuklah seluruh pasukan Khalid menyerbu dari pintu bagian Timur. Ketika penduduk mendengar suara takbir, mereka bangkit dan tiap tiap pasukan berangkat menuju tempat masing-masing di dekat pagar, tanpa mengetahui apa yang telah terjadi, setiap kali pasukan mereka berdatangan ke arah pintu benteng bagian timur pasti dibunuh oleh pasukan Khalid. Akhirnya Khalid segera memasuki kota sambil membunuh siapa saja yang mereka jumpai.

Adapun para penjaga pintu berangkat menuju pemimpin mereka memohon agar meneriakkan keluar pagar untuk berdamai -sebelumnya pasukan Islam telah mencoba mengajak mereka berdamai dengan syarat menyerahkan setengah hasil bumi mereka namun mereka menolak- maka ketika mereka meminta berdamai dan menerima persyaratan tersebut kaum muslimin menerima kesepakatan damai itu. Para sahabat tidak mengetahui apa yang diperbuat Khalid dengan tentaranya yang kini telah berada di dalam benteng musuh. Akhirnya seluruh pintu dibuka dan seluruh pasukan masuk ke dalam benteng untuk berdamai. Namun ketika mereka telah sampai di dalam mereka menjumpai Khalid tengah berperang membunuhi personil musuh yang mereka temui.

Para sahabat berkata kepada Khalid, “Sesungguhnya mereka telah kami jamin keamanan jiwanya”, namun Khalid berkata, “Tidak, aku telah berhasil membuka benteng dan menaklukkannya dengan perang.”

Setelah itu para pemimpin berkumpul di tengah-tengah negeri itu tepat di sisi Gereja al-Miqsalat dekat jalan ar-Raihan sekarang.

Inilah jalan cerita yang disebutkan Saif bin Umar dan lain-lainnya. Dan inilah riwayat yang paling masyhur, bahwa Khalid lah yang membuka pintu dengan paksa, namun sebagian ahli sejarah berpendapat bahwa Abu Ubaidah yang telah membuka benteng, dan ada juga yang berpendapat malah Yazid bin Abi Sufyan yang membuka pintu, Khalid yang berdamai dengan penduduk negeri itu. Mereka telah membalikkan jalan cerita yang masyhur dan diketahui banyak orang, wallahu a’lam.

Para sahabat beselisih, ada yang mengatakan bahwa benteng kota ini ditaklukkan dengan damai oleh amir mereka Abu Ubaidah. Tetapi yang lain berkata bahwa benteng ini ditaklukkan dengan secara paksa lewat peperangan, yakni ditaklukkan oleh Khalid dengan pedang.

Merasa masalah ini belum selesai maka mereka berangkat menuju para pemimpin pasukan lain-nya yang bersama Abu Ubaidah. Abu Ubaidah akhinya berdamai dengan mereka, dan mereka sepakat untuk membagi benteng dengan ketentuan bahwa setengahnya ditaklukkan dengan damai dan setengah lagi ditaklukkan lewat perang. Dengan demikian penduduk Damaskus memiliki setengah dari wilayah ini, dan setengah lagi menjadi milik para sahabat. Hal ini diperkuat dengan yang telah disebutkan Saif bin Umar bahwa para sahabat sebenarnya telah meminta mereka berdamai dengan syarat mereka membayar setengah hasil bumi mereka, namun mereka menolak. Maka ketika mereka merasa putus asa mereka segera menerima tawaran tersebut. Sementara para sahabat tidak mengetahui apa yang diperbuat oleh Khalid.

Oleh karena itu para sahabat mengambil setengah dari bangunan gereja terbesar di Damasukus yang disebut dengan nama Gereja Yoharmes, dan menjadikan daerah timur gereja ini sebagai masjid. Sementara setengah dari daerah bagian barat tetap menjadi milik penduduk Damaskus. Di samping itu terdapat 14 gereja lainnya yang tetap dibiarkan menjadi milik mereka. Ditambah dengan setengah wilayah gereja Yoharmes yang sekarang menjadi Masjid Jami’ Damaskus. Khalid menuliskan untuk mereka surat perjanjian damai dan jaminan keamanan yang disaksikan oleh Abu Ubaidah, Amr bin al-Ash, Yazid dan Syarhabil.

@BelajarSejarahIslam
252 views22:01
Ochish/sharhlash