Get Mystery Box with random crypto!

PERISTIWA DI BERHENTIKANNYA PANGLIMA KHALID BIN WALID Semasa | SEJARAH ISLAM

PERISTIWA DI BERHENTIKANNYA PANGLIMA KHALID BIN WALID

Semasa khalifah Umar bin Khatthab, Khalid bin Walid mengalami dipecat dua kali. Pertama adalah ketika dia menjabat sebagai panglima perang dan gubernur Syam. Pemecatan tersebut terjadi pada tahun 13 H, tepatnya satu hari setelah pengangkatan Umar bin Khatthab sebagai khalifah menggantikan Abu Bakar Ash Shiddiq.

Pemecatan tersebut dilatarbelakangi perbedaan pendapat antara Umar bin Khatthab dan Abu Bakar dalam memberi kebebasan bertindak terhadap gubernur dan pegawai. Abu Bakar memberikan kebebasan penuh kepada para gubernur dalam menerapkan kebijaksanaannya. Abu Bakar hanya mensyaratkan kepada mereka agar merealisasikan keadilan secara sempurna baik antara kelompok atau individu.

Dia tidak mempermasalahkan, apakah kendali dalam menerapkan keadilan berada di tangannya atau gubernurnya. Menurutnya seorang gubernur memiliki hak untuk mengurusi wilayahnya tanpa harus berkonsultasi terlebih dahulu dengan khalifah dalam masalah-masalah yang bukan prinsip. Menurut Abu Bakar, seseorang tak harus dipecat dari jabatannya jika menerapkan kebijakan dalam bidang harta atau lainnya, sepanjang keadilan tetap berjalan.[1]

Sementara Umar bin Khatthab pernah memberi masukan kepada Abu Bakar agar menulis surat kepada Khalid bin Walid supaya ia tidak memberikan kambing atau onta tanpa seizinnya.

Akan tetapi Khalid bin Walid kemudian membalas surat kepada Abu Bakar yang berisi:
"Jika engkau menginginkan supaya saya masih menjabat sebagai panglima perang, maka biarkanlah aku berbuat sesuai kebijaksanaanku. Jika tidak, maka terserah engkau melakukan sesuai kebijaksanaanmu."

Setelah itu Umar Al-Faruq pun mengusulkan kepada Abu Bakar untuk memecat Khalid bin Walid.[2]

Akan tetapi Abu Bakar tetap membiarkan Khalid bin Walid menjabat sebagai panglima perang.[3]

Setelah Umar bin Khatthab diangkat sebagai khalifah, dia tetap berpandangan bahwa seorang khalifah harus membatasi gubernur dalam menjalankan tugasnya. Seorang gubernur harus melaporkan kepada khalifah segala sesuatu yang terjadi. Khalifah mempertimbangkan laporan tersebut dan kemudian menentukan keputusannya. Seorang gubernur harus menaati semua perintah. Khalifah bertanggung jawab terhadap tugasnya sendiri dan tugas para gubernur.

Oleh karena itu, jika ada gubernur yang tidak melaporkan kebijaksanaannya terhadap khalifah, maka khalifah terpaksa memilih seseorang untuk menggantikan posisi gubernur.

Setelah dibaiat sebagai khalifah, Umar bin Khatthab berpidato di depan rakyatnya:

Sesungguhnya Allah mencobaku dengan menjadi pemimpin kalian. Allah juga mencoba kalian untuk taat kepadaku. Dia mentakdirkanku untuk menjadi khalifah setelah sahabatku. Demi Allah, jika aku tidak memahami masalah kalian, maka pasti ada orang yang menggantikan posisiku.

Setiap masalah yang aku hadapi, akan aku jalankan dengan sebaik-baiknya. Jika pegawai menjalankan tugasnya dengan baik, maka aku akan menghormati mereka. Jika sebaliknya, maka aku tidak segan-segan untuk memberikan sanksi kepadanya*.[4]

Umar juga berkata:

Bagaimana pendapat kalian, jika aku mengangkat seseorang yang menurutku baik untuk menjadi pemimpin, kemudian aku menyuruhnya untuk berbuat adil, apakah dengan seperti ini aku telah melakukan yang seharusnya aku lakukan?

“Yaa, benar,” jawab mereka.
Umar berkata, “Tidak demikian, sampai aku mengetahui pekerjaannya. Apakah dia melakukan seperti yang aku perintahkan atau sebaliknya. [5]

Ketika Umar bin Khatthab diangkat sebagai khalifah, dia bermaksud mengharuskan semua pejabatnya agar menerapkan semua kebijaksanaanya. Sebagian pejabat setuju dengan pendapatnya dan sebagian yang lain menolak. Di antara pejabat yang menolak kebijaksanaannya adalah Khalid bin Walid.[6]

Kita lanjutkan kisahnya besok, insyaallah...

@BelajarSejarahIslam