Get Mystery Box with random crypto!

SEJARAH ISLAM

Telegram kanalining logotibi belajarsejarahislam — SEJARAH ISLAM S
Telegram kanalining logotibi belajarsejarahislam — SEJARAH ISLAM
Kanal manzili: @belajarsejarahislam
Toifalar: Din
Til: Oʻzbek tili
Obunachilar: 12.09K
Kanalning ta’rifi

Kumpulan kisah para Nabi, Sahabat, dan Orang-orang Shalih
Diambil dari berbagai sumber

Ratings & Reviews

3.00

2 reviews

Reviews can be left only by registered users. All reviews are moderated by admins.

5 stars

0

4 stars

0

3 stars

2

2 stars

0

1 stars

0


Oxirgi xabar 2

2023-06-01 01:54:50 Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu 'anhu
(Pengurus Air Minum untuk Dua Kota Suci)

SERI 1

Pada suatu musim kemarau, di waktu penduduk dan negeri ditimpa kekeringan yang menyedihkan, Amirul Mukminin Umar bersama kaum Muslimin keluar ke lapangan terbuka, untuk menunaikan shalat istisqa’, dan berdoa merendahkan diri kepada Allah Yang Maha Penyayang agar mengirimkan awan dan menurunkan hujan kepada mereka.

Umar berdiri sambil memegang tangan kanan Abbas dengan tangan kanannya, dan mengangkatnya ke arah langit sembari berdoa,

“Ya Allah, sesungguhnya kami pernah memohonkan hujan dengan perantara Nabi-Mu, pada masa beliau masih berada di antara kami. Ya Allah, sekarang kami meminta hujan kepada-Mu dengan perantara paman Nabi-Mu, maka turunkanlah hujan untuk kami.”

Saat kaum Muslimin belum meninggalkan tempat mereka, tiba-tiba awan tebal datang dan hujan lebat pun turun mendatangkan suka cita, menyiram bumi dan menyuburkan tanah. Para sahabat pun menemui Abbas, memeluk dan menciumnya. Mereka ingin mendapatkan berkah dengan penghormatan itu, sambil berkata,

“Selamat kami ucapkan untukmu, wahai penyedia air minum Dua Kota Suci.”

Siapakah dia penyedia air minum Dua Kota Suci ini?
Siapakah sejatinya orang yang dijadikan Umar sebagai perantara baginya kepada Allah, padahal Umar sendiri merupakan sosok yang sudah tidak asing lagi bagi kita soal ketakwaan, lebih dulunya ia masuk Islam, serta kedudukannya di sisi Allah, Rasul-Nya, serta di sisi orang-orang beriman?

Ialah Abbas, paman Rasulullah ﷺ. Rasulullah ﷺ memuliakannya sebagaimana ia pun mencintainya. Beliau memujinya dan menyebut-nyebut kebaikan perilakunya dengan ungkapan,

“Inilah orang tuaku yang masih ada. Inilah dia Abbas bin Abdul Muthalib, orang Quraisy yang paling pemurah dan sangat ramah.”

Sebagaimana Hamzah adalah paman Nabi yang seusia dengan beliau, Abbas pun merupakan paman sekaligus teman sebaya beliau. Semoga Allah meridhai mereka berdua.

Perbedaan usia antara keduanya hanya terpaut dua atau tiga tahun, di mana Abbas lebih tua dari Rasulullah pun demikian dengan beliau dan Abbas, keduanya merupakan dua orang anak yang sebaya dan dua orang pemuda dari satu angkatan. Ikatan kekeluargaan bukanlah satu-satunya alasan yang menyebabkan keakraban dan terjalin persahabatan yang intim antara keduanya, karena persamaan usia tidak kurang berpengaruhnya.

Hal lain yang menyebabkan Nabi ﷺ selalu memprioritaskan Abbas di tempat pertama ialah karena akhlak dan budi pekertinya.

Abbas adalah orang yang pemurah dan sangat dermawan, seolah-olah dialah paman atau bapak kedermawanan. Ia selalu menjaga dan menyambung tali silaturahmi dan kekeluargaan, dan untuk itu tidak segan-segan mengeluarkan tenaga ataupun harta. Di samping itu semua, ia juga seorang yang cerdas, bahkan sampai ke tingkat jenius, dan dengan kecerdasannya ini yang didukung oleh kedudukannya yang tinggi di kalangan Quraish, ia sanggup banyak menyingkirkan banyak gangguan dan kejahatan dari Rasulullah ketika beliau menampakkan dakwahnya secara terang-terangan.

Dalam pembicaraan kita sebelumnya tentang Hamzah, kita mengenal Hamzah selalu memusuhi kezaliman orang Quraisy dan kebiadaban Abu Jahal dengan pedangnya yang ampuh.

Adapun Abbas, ia memusuhinya dengan kecerdasan dan kecerdikan yang memberi manfaat bagi Islam sebagaimana halnya senjata pedang yang bermanfaat dalam membela dan mempertahankan haknya.

Abbas tidak mengumumkan keislamannya kecuali pada tahun pembebasan Mekah, yang menyebabkan ahli sejarah memasukkannya ke dalam kelompok orang-orang yang belakangan masuk Islam. Namun, riwayat-riwayat lain dalam sejarah menyatakan bahwa ia termasuk orang-orang Islam angkatan pertama, hanya saja menyembunyikan keislamannya.

Abu Rafi’ yang merupakan pelayan Rasulullah ﷺ menuturkan, “Saat masih kecil aku merupakan pelayan Abbas bin Abdul Muthalib, dan waktu itu Islam telah masuk di kalangan kami, ahli bait. Abbas, Ummul Fadhl, dan aku memeluk Islam. Namun, Abbas menyembunyikan keislamannya waktu itu.”

Kita lanjutkan kisahnya besok, insyaallah

@BelajarSejarahIslam
3.0K viewsedited  22:54
Ochish/sharhlash
2023-06-01 01:54:50
2.2K views22:54
Ochish/sharhlash
2023-04-11 23:24:02 Panglima Mutsana kagum dan tertawa melihat kejadian itu. Ia pun kembali mengirimkan pesan kepada semua pasukannya:

يَا مَعْشَرَ الْمُسْلِمِينَ عَادَاتِكُمْ، اُنْصُرُوا اللهَ يَنْصُرْكُمْ

“Wahai seluruh kaum muslimin, pertahankanlah tradisi-tradisi peperangan kalian! Tolonglah [agama] Allah, niscaya Allah akan menolong kalian!”

Peperangan kembali pecah dengan sengit. Ketika pertempuran telah berlangsung lama,

Mutsana bin Haritsah mengumpulkan sekelompok jagoan perang kaum muslimin. Mustana memimpin regu berani mati tersebut untuk menyerang langsung posisi panglima Persia, Mihran.

Serangan regu berani mati itu memporak-porandakan jantung kekuatan pasukan Persia, sampai-sampai panglima mereka Mihran terdesak dari jantung pasukan ke sayap kanan pasukannya.

Seorang ksatria muslim, Mundzir bin Hassan bin Dhirar Adh-Dhabbi melakukan duel dengan panglima Mihran sampai akhirnya Mundzir bin Hasan berhasil membunuhnya.

Jarir bin Abdullah Al-Bajali segera memenggal kepala panglima Persia tersebut.

Tewasnya panglima Persia membuat pasukan Persia bagaikan anak ayam kehilangan induknya. Pasukan Persia berusaha untuk kabur, namun pasukan Islam mengejar dan membunuhi mereka.

Panglima Mutsana dan sebagian pasukan Islam segera bergerak ke jembatan di atas sungai Eufrat. Mereka menutup rapat jembatan itu dan menghadang setiap tentara Persia yang mencoba kabur lewat jembatan.

Pasukan Islam terus mengejar pasukan Persia sepanjang siang tersebut, berlanjut sampai malam hingga datang pagi kembali, dan berlanjut sepanjang siang sampai malam hari berikutnya.

Para sejarawan Islam mengatakan telah tewas dalam pertempuran tersebut atau karena tenggelam dari pihak pasukan Persia sekitar 100 ribu tentara. Segala puji bagi Allah Rabb seluruh alam.

Kaum muslimin meraih kemenangan telak atas pasukan Persia. Mereka memperoleh harta rampasan perang yang sangat banyak. Sejumlah besar tokoh dan pasukan Islam juga gugur dalam perang Buwaib tersebut. Kemenangan perang Buwaib merupakan pembalasan atas kekalahan pasukan Islam dalam perang Jisr.

Ulama tafsir, hadits, fiqih dan sejarah Islam imam Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi berkata: “Tengkuk-tengkuk bangsa Persia pun tunduk lewat perang ini, dan generasi sahabat mampu menyerang negeri-negeri mereka di antara sungai Eufrat dan sungai Tigris, sehingga mereka memperoleh harta rampasan perang sangat banyak yang tak terhitung jumlahnya. Perang di Irak ini sebanding dengan perang Yarmuk di negeri Syam.”
(Ibnu Katsir Ad-Dimasyqi,Al-Bidayah wan Nihayah, 9/597-599)

Wallahu a’lam bish-shawab.

(muhib al majdi/arrahmah.com)

@BelajarSejarahIslam
554 views20:24
Ochish/sharhlash
2023-04-11 12:22:36 PASUKAN ISLAM MENGHANCURKAN PASUKAN PERSIA DALAM PERANG BUWAIB RAMADHAN 3H

Muhib Al-Majdi (Arrahmah.com)

Pasukan Islam mengalami kekalahan berat pada bulan Sya’ban 13 H dari pasukan Persia dalam perang Jisr. Panglima Abu Ubaid Ats-Tsaqafi dan tujuh komandan penggantinya gugur dalam pertempuran. Lebih dari 4000 tentara Islam gugur dan tenggelam di sungai Eufrat, sebagian kecil sisanya melarikan diri ke Madinah dan sebagian lainnya menggabungkan diri dengan pasukan Islam dibawah panglima Mutsana bin Haritsah Asy-Syaibani.

Khalifah Umar bin Khatthab segera mengirimkan pasukan bantuan yang dipimpin oleh para tokoh sahabat. Diantara mereka terdapat sahabat Jarir bin Abdullah Al-Bajali beserta seluruh pemuda dari suku Bajalah. Para komandan Islam lainnya di Irak juga mengirimkan sebagian pasukannya kepada panglima Mutsana bin Haritsah Asy-Syaibani sehingga terkumpul jumlah pasukan yang besar.

Saat imperium Persia mengetahui menguatnya pasukan Mutsana bin Haritsah, mereka segera mengirim sebuah pasukan besar dibawah panglima Mihran untuk memeranginya.

Pasukan Islam dan pasukan Persia bertemu di sebuah tempat bernama Buwaib, dekat kota Kufah. Antara pasukan Islam dan pasukan Persia dipisahkan oleh deras dan lebarnya sungai Eufrat.

Pasukan Persia menantang kaum muslimin, “Pilihlah, kalian yang harus menyeberangi sungai untuk menyerang kami ataukah kami yang akan menyeberangi sungai untuk memerangi kalian!”

Teringat kekalahan berat dalam perang Jisr di atas sungai Eufrat, pasukan Islam menjawab, “Jika kalian berani, seberangilah sungai!”

Maka pasukan besar Persia pun mulai menyeberangi sungai Eufrat.

Saat itu adalah bulan suci Ramadhan tahun 13 H.
Panglima Mutsana bin Haritsah memerintahkan kepada pasukan Islam untuk makan dan tidak berpuasa, agar mereka lebih kuat untuk menjalani pertempuran sengit.

Panglima Mutsana bin Haritsah mulai memeriksa kesiapan pasukannya. Setiap kali ia melewati sebuah kesatuan dan panji, ia menyampaikan nasehat kepada mereka untuk berjihad, bersabar, diam dan bertahan dengan teguh.

Panglima Mutsana bin Haritsah memberikan perintah kepada para komandannya:

إِنِّي مُكَبِرٌ ثَلاَثَ تَكْبِيرَاتٍ فَتَهَيَّأُوا، فَإِذَا كَبَّرْتُ الرَّابِعَةَ فَاحْمِلُوا

"Saya akan memekikkan takbir sebanyak tiga kali, maka bersiap-siaplah kalian. Jika aku telah memekikkan takbir pada kali keempat, maka serbulah!”

Para komandan dan pasukan Islam mendengarkan dan mematuhi perintah tersebut.

Baru saja Mutsanna bin Haritsah memekikkan satu kali takbir,

pasukan Persia telah menyerbu mereka dengan ganas. Maka pertempuran sengit pun tak bisa dihindari lagi.

Serbuan besar-besaran pasukan Persia membuat celah di salah satu barisan pasukan Islam yang dihuni oleh suku Bani Ijl.

Mutsana bin Haritsah segera mengirim utusan kepada pasukan Bani Ijl dan berpesan kepada mereka,

اَلْأَمِيرُ يَقْرَأُ عَلَيكُمُ السَّلاَمض وَيَقُولُ لَكُمْ: لاَ تَفْضَحُوا اْلعَرَبَ اْليَوْمَ

“Panglima menyampaikan salam kepada kalian dan berpesan kepada kalian: ‘Janganlah kalian membuat cela bagi bangsa Arab pada hari ini!”

Mendengar wasiat dan pesan panglima Mutsana tersebut, pasukan Islam dari Bani Ijl bertahan dengan teguh sehingga celah pasukan Islam berhasil ditutup kembali.

Kita lanjutkan kisahnya besok, insyaallah...

@BelajarSejarahIslam
694 views09:22
Ochish/sharhlash
2023-04-11 12:22:36
668 views09:22
Ochish/sharhlash
2023-04-01 23:28:26 Kumpulan Film Islam @sejarahislammovie
456 views20:28
Ochish/sharhlash
2023-03-24 01:20:35 Jangan lupa reactionnya ya, bentuk support admin
408 views22:20
Ochish/sharhlash
2023-03-24 00:02:02 Lalu menyusul dibangun masjid-masjid lainnya dan institusi-instusi publik di penjuru kota suci ini.

Penaklukkan Jerusalem pada masa pemerintahan Umar bin Khattab di tahun 637 M benar-benar peristiwa yang sangat penting dalam sejarah Islam. Selama 462 tahun ke depan wilayah ini terus menjadi daerah kekuasaan Islam dengan jaminan keamanan memeluk agama dan perlindungan terhadap kelompok minoritas berdasarkan pakta yang dibuat Umar ketika menaklukkan kota tersebut.

Bahkan pada tahun 2012, ketika konflik Palestina kian memuncak, banyak umat Islam, Yahudi, dan Kristen menuntut diberlakukannya kembali pakta tersebut dan membuat poin-poin perdamaian yang merujuk pada pakta itu untuk sebagai solusi konflik antara umat bergama di sana.

Sumber: Lostislamichistory.com dan islamstory.com

Ditulis oleh Nurfitri Hadi
Artikel KisahMuslim.com

@BelajarSejarahIslam
467 views21:02
Ochish/sharhlash
2023-03-24 00:00:52 Perjanjian Umar bin Khattab

Sebagaimana kebiasaan umat Islam ketika menaklukkan suatu daerah, mereka membuat perjanjian tertulis dengan penduduk setempat yang mengatur hak dan kewajiban antara umat Islam Jerusalem dan penduduk non-Islam. Perjanjian ini ditandatangani oleh Umar bin Khattab, Uskup Sophronius, dan beberapa panglima perang Islam. Teks perjanjian tersebut adalah sebagai berikut:

Bismillahirrahmanirrahim

Ini adalah jaminan keamanan dari hamba Allah, Umar, amirul mukminin, kepada penduduk Jerusalem. Umar memberikan jaminan terhadap jiwa mereka, harta, gereja-gereja, salib-salib, orang-orang yang lemah, dan mereka tidak dipakasa meninggalkan agama mereka. Tidak ada seorang pun diantara mereka yang merasa terancam dan diusir dari Jerusalem. Dan orang-orang Yahudi tidak akan tinggal bersama mereka di Jerusalem. (Ini adalah permintaan penduduk Jerusalem, karena penduduk Jerusalem sangat membenci orang-orang Yahudi. Orang-orang Yahudi membunuhi tawanan Nasrani di wilayah Persia. Sampai ada riwayat yang menyebutkan, Umar menjamin tidak ada Yahudi yang lewat dan bermalam di Jerusalem).

Penduduk Jerusalem diwajibkan membayar jizyah sebagaimana penduduk kota-kota lainnya, mereka juga harus mengeluarkan orang-orang Bizantium, dan para perampok. Orang-orang Jerusalem yang tetap ingin tinggal di wilayah Bizantium, mereka boleh membawa barang-barang dan salib-salib mereka. Mereka dijamin aman sampai mereka tiba di wilayah Bizantium. Setelah itu mereka pun masih diperbolehkan kembali lagi ke Jerusalem jika ingin berkumpul dengan keluarga mereka, namun mereka wajib membayar jizyah sebagaimana penduduk lainnya.

Apabila mereka membayar jizyah sesuai dengan kewajiban, maka persyaratan yang tercantum dalam surat ini adalah di bawah perjanjian Allah, Rasul-Nya, Khalifah, dan umat Islam.

(Tarikh at-Thabari).

Pada waktu itu, apa yang dilakukan Umar bin Khattab adalah langkah yang benar-benar maju dalam masalah fakta (perjanjian). Sebagai perbandingan, 23 tahun sebelum Jerusalem ditaklukkan umat Islam, wilayah Bizantium ini pernah ditaklukkan oleh Persia saat itu Persia memerintahkan melakukan pembantaian terhadap masyarakat sipil Jerusalem. Kejadian serupa terjadi ketika Jerusalem yang dikuasai umat Islam ditaklukkan pasukan salib pada tahun 1099 M.

Perjanjian yang dilakukan oleh Umar membebaskan penduduk Jerusalem beribadah sesuai dengan keyakinan mereka adalah fakta pertama dan sangat berpengaruh dalam hal menjamin kebebasan melaksanakan ibadah sesuai keyakinan. Meskipun ada klausul dalam perjanjian yang mengusir Yahudi dari Jerusalem, klausul ini masih diperdebatkan (keshahihannya). Karena salah seorang pemandu Umar di Jerusalem adalah seorang Yahudi yang bernama Ka'ab al-Ahbar, Umar juga mengizinkan orang-orang Yahudi untuk beribadah di reruntuhan Kuil Sulaiman dan Tembok Ratapan, padahal sebelumnya Bizantium melarang orang-orang Yahudi melakukan ritual tersebut.
Oleh karena itulah, klausul yang melarang orang Yahudi ini masih diperdebatkan.

Perjanjian tersebut menjadi acuan dalam hubungan umat Islam dan Kristren di seluruh bekas wilayah Bizantium. Orang-orang Kristen di wilayah Bizantium akan dilindungi hak-hak mereka dalam segala kondisi dan orang-orang yang memaksa mereka untuk mengubah keyakinan menjadi Islam atau selainnya akan dikenakan sangsi.

Menata Kembali Jerusalem

Setelah Jerusalem dikuasai oleh umat Islam, Khalifah Umar bin Khattab segera menata kembali kota suci ini dan menjadikannya kota penting bagi umat Islam. Umar memerintahkan agar area Kuil Sulaiman area tempat Nabi berangkat menuju sidratul muntaha- dibersihkan dari sampah-sampah yang dibuang orang-orang Kristen untuk menghina orang Yahudi. Bersama para tentaranya dan dibantu beberapa orang Yahudi, Umar membersihkan wilayah tersebut kemudian merenovasi komplek Masjid al-Aqsha.

Selanjutnya, di masa pemerintahan Umar dan masa kekhalifahan Bani Umayyah, Jerusalem menjadi kota pusat ziarah keagamaan dan perdagangan. Pada tahun 691 M, Dome of Rock (Qubatu Shakhrah) dibangun di komplek tersebut untuk melengkapi pembangunan al-haram asy-syarif.
442 views21:00
Ochish/sharhlash
2023-03-23 05:09:15 Pembebasan Jerusalem di Masa Umar bin Khattab

Jerusalem adalah kota suci bagi tiga agama besar di dunia –Islam, Yahudi, dan Kristen.
Karena latar belakang sejarah yang panjang, ratusan atau mungkin ribuan tahun, kota ini memiliki beberapa nama Jerusalem, al-Quds, Yerushaláyim, Aelia (Umar bin Khattab menyebut dengan nama ini dalam surat perjanjiannya), dll. semua nama tersebut mencirikan karakter dan warisan yang beragam.
Kota ini juga merupakan tempat tinggal beberapa nabi, seperti:
dari Nabi Sulaiman dan Nabi Daud hingga Nabi Isa ‘alahimussalam.

Di masa Nabi Muhammad ﷺ beliau pun pernah menginjakkan kaki di tanah para nabi ini. Dalam suatu perjalanan dari Mekah menuju Jerusalem, kemudian dari Jerusalem menuju Sidratul Muntaha, perjalanan ini kita kenal dengan peristiwa Isra’ dan Mi’raj. Jerusalem tidak pernah menjadi bagian dari negeri Islam di masa hidup Nabi Muhammad ﷺ, negeri penuh berkah tersebut baru masuk menjadi wilayah Islam pada masa Umar bin Khattab.

Perjalanan Menuju Suriah

Kekaisaran Bizantium membuat sebuah relasi yang jelas dengan umat Islam di masa Nabi Muhammad ﷺ, mereka tidak menginginkan agama yang baru saja berkembang di selatan kekaisaran mereka ini masuk dan berkembang di teritorial Bizantium. Ketegangan dimulai pada Oktober 630 M, ketika Nabi Muhammad ﷺ memimpin 30.000 pasukannya menuju Tabuk, daerah perbatasan Kekaisaran Bizantium. Walaupun kontak fisik gagal terjadi, namun ekspedisi Rasulullah ﷺ untuk menyambut serangan Bizantium di Tabuk menunjukkan era baru hubungan Madinah dan Bizantium.

Pada masa pemerintahan Khalifah Abu Bakar ash-Shiddiq (632-634 M), tidak terjadi kontak dengan wilayah kekuasaan Bizantium.

Barulah pada masa Umar bin Khattab, Madinah mulai serius mengekspansi ke wilayah utara menuju area kekuasaan Bizantium. Umar mengirim pasukan yang terdiri dari jawara-jawara Arab seperti Khalid bin Walid dan Amr bin Ash menuju Kekaisaran Romawi Timur ini. Perang ini dikenal dengan perang Yarmuk, perang yang terjadi tahun 636 M. Perang ini merupakan pukulan telak bagi Bizantium, sejumlah kota di Suriah berhasil jatuh ke tangan umat Islam, termasuk kota utama Damaskus.

Kedatangan umat Islam ke daerah tersebut disambut dengan baik oleh penduduk lokal, baik Yahudi atau Kristen, termasuk aliran yang ortodok yang meyakini bahwa Yesus adalah Tuhan bukan hanya anak Tuhan. Mereka semua menyambut kehadiran dan era kepeminpinan Islam di wilayah mereka walaupun banyak perbedaan secara teologi.

Memasuki Jerusalem

Pada tahun 637 M, pasukan Islam sudah mendekati wilayah Jerusalem. Saat itu Jerusalem di bawah tanggung jawab Uskup Sophronius sebagai perwakilan Bizantium dan kepala gereja Kristen Jerusalem. Ketika pasukan Islam di bawah kepemimpinan Khalid bin Walid dan Amr bin Ash mengepung kota suci tersebut Sophronius tetap menolak untuk menyerahkan Jerusalem kepada umat Islam kecuali jika Khalifah Umar bin Khattab yang datang langsung menerima penyerahan darinya.

Mendengar kabar tersebut, Umar langsung berangkat dari Madinah menuju Jerusalem. Sang khalifah berangkat dengan hanya berkendara keledai dengan ditemani satu orang pengawal. Setibanya di Jerusalem, Umar disambut oleh Sophronius yang benar-benar merasa takjub dan kagum dengan sosok pemimpin muslim satu ini. Salah seorang yang paling berkuasa di muka bumi kala itu, hanya menyandang pakaian sederhana yang tidak jauh berbeda dengan pengawalnya.

Umar diajak mengelilingi Jerusalem, termasuk mengunjungi Gereja Makam Suci (menurut keyakinan Kristen, Nabi Isa dimakamkan di gereja ini). Ketika waktu shalat tiba, Sophronius mempersilahkan Umar untuk shalat di gereja namun Umar menolaknya.

Umar khawatir kalau seandainya ia shalat di gereja tersebut, nanti umat Islam akan mengubah gereja ini menjadi masjid dengan dalih Umar pernah shalat di situ sehingga menzalimi hak umat Nasrani.

Umar shalat di luar gereja, lalu tempat Umar shalat itu dibangun Masjid Umar bin Khattab.

Kita lanjutkan kisahnya besok, insyaallah...

@BelajarSejarahIslam
117 views02:09
Ochish/sharhlash