Get Mystery Box with random crypto!

SEJARAH ISLAM

Telegram kanalining logotibi belajarsejarahislam — SEJARAH ISLAM S
Telegram kanalining logotibi belajarsejarahislam — SEJARAH ISLAM
Kanal manzili: @belajarsejarahislam
Toifalar: Din
Til: Oʻzbek tili
Obunachilar: 12.09K
Kanalning ta’rifi

Kumpulan kisah para Nabi, Sahabat, dan Orang-orang Shalih
Diambil dari berbagai sumber

Ratings & Reviews

3.00

2 reviews

Reviews can be left only by registered users. All reviews are moderated by admins.

5 stars

0

4 stars

0

3 stars

2

2 stars

0

1 stars

0


Oxirgi xabar 8

2023-02-02 01:30:01
861 views22:30
Ochish/sharhlash
2023-01-31 01:53:08 Reaction tiap postingan ya... Bentuk support admin
402 views22:53
Ochish/sharhlash
2023-01-31 01:01:30 Kisah Umar bin Khatthab Menangis Melihat Tempat Tidur Seorang Rasulullah ﷺ, Kekasih Allah

Nabi Muhammad ﷺ ialah manusia yang paling mulia dan paling berpengaruh sepanjang zaman. Rasulullah ﷺ hidup di tengah-tengah masyarakat negeri Arab ketika itu dengan penuh kesederhanaan.

Ada kisah yang dijelaskan dalam hadist yang diriwayatkan Anas bin Malik tentang keadaan rumah Rasulullah ﷺ yang jelas menggambarkan kesederhanaan Rasulullah ﷺ, ini terlihat dari beliau tidur di atas tempat tidurnya yang hanya beralaskan pelepah tanpa alas di bawahnya dan bantalnya dari kumpulan serabut yang dilapisi kulit. Masyaallah...! Betapa sederhananya Rasulullah ﷺ.

Beliau tidur di atas tikar, di bawahnya tidak ada alas apapun, sehingga membekas di pinggang beliau, hal ini pernah membuat Umar menangis melihat keadaan Rasulullah ﷺ.

(Diriwayatkan oleh Bukhari No. 4913 dan Muslim No. 1479).

Rumah Rasulullah ﷺ bersama Sayyidah Khadijah radhiyallahu 'anha (Tepatnya Pintu Kamar Rasulullah) sebelum hijrah ke Madinah

Anas bin malik radhiyallahu 'anhu berkata, "Aku masuk kepada Nabi ﷺ, Saat itu beliau sedang tidur di atas tempat tidurnya, bagian depannya dianyam dengan pelepah, di bawah kepala beliau adalah bantal dari kulit yang berisi serabut. Lalu beberapa orang sahabat masuk kepada beliau, Umar juga masuk, maka Rasulullah ﷺ membalikkan tubuhnya sehingga Umar melihat pinggang beliau tersingkap, tempat tidur dari anyaman pelepah itu meninggalkan bekas di pinggang Rasulullah ﷺ, maka Umar pun menangis.

Maka Nabi ﷺ bertanya kepada Umar, 'Apa yang membuatmu menangis wahai Umar?'

Umar menjawab, 'Demi Allah, Sungguh aku mengetahui bahwa anda lebih mulia di sisi Allah ﷻ dari pada Kaisar Persia dan Kaisar Romawi, sementara dua orang itu bermain-main dengan dunia seperti yang telah mereka berdua lakukan, Sedangkan engkau ya Rasulullah, keadaanmu seperti yang Aku lihat ini.'

Maka Nabi ﷺ bersabda:

ماترضى أن تكون له‍م الدنيا ولنا الآ خر ة؟

'Apakah kamu tidak rela, jika mereka mendapatkan dunia, dan kita mendapatkan Akhirat?'

Umar menjawab, Ya. 'Rasulullah ﷺ bersabda, 'Demikianlah perkaranya.
(Diriwayatkan oleh Ahmad No. 12009 dan Ibnu Hibban dalam shahihnya No. 6362. Syu'aib al-Arna'uth berkata, "shahih li ghairihi. "Asalnya dalam ash-Shahihain, diriwayatkan oleh al-Bukhari No. 4913 dan Muslim No. 1479)

Begitu sederhana Rasulullah ﷺ. Mari kita bershalawat kepada Beliau:

اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد وعلى ال سيدنا محمد

@BelajarSejarahIslam
429 views22:01
Ochish/sharhlash
2023-01-29 01:33:53 Rahasia Mengapa Setan Takut kepada Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu

Ada seorang mukmin bertemu dengan setan, lalu ia bergulat melawannya dan berhasil membantingnya. Setan tersebut ditanya oleh teman-temannya, “Mengapa kamu bisa dibantingnya?”

“Di antara kawan-kawannya, orang itu benar-benar sangat kuat,” jawabnya.

“Siapa orang itu, apakah ia bukan Umar radhiyallahu 'anhu?”


Setan sangat takut terhadap Umar, seperti sabda Nabi ﷺ.

“Apabila Umar radhiyallahu 'anhu berjalan di suatu lorong atau lembah, setan akan mengambil jalan di lorong atau lembah yang lain.”

Bagaimana Umar radhiyallahu 'anhu bisa naik ke peringkat yang seperti itu? Jawabnya karena kesabaran. Ia mengikat syahwatnya dengan mengekang hasrat dan keinginannya.

Semasa menjadi Khalifah, kaum Muslimin pernah mengalami masa paceklik sehingga mereka kelaparan. Beliau menderita sakit wasir dan kulitnya menghitam karena ia bersumpah tidak akan makan daging atau mentega sebelum keadaan membaik. Para sahabat memandangnya terlalu keras kepada diri sendiri maka mereka kemudian berkumpul untuk membicarakan keadaan Khalifah. Salah seorang di antara mereka berkata,

“Siapa yang berani berbicara kepada Umar dalam persoalan ini?”

Mereka menjawab, “Tak ada yang berani selain putrinya sendiri, yakni Ummul Mukminin Hafshah, karena beliau tidak akan mencela dan memarahinya.”

Akhirnya dicapai kesepakatan untuk minta bantuan Ummul Mukminin, Hafshah, agar melunakkan sikap ayahnya terhadap dirinya sendiri.

Lalu Hafshah datang menemui ayahnya. “Wahai ayah, cukuplah sudah engkau menyiksa dirimu dan berlaku keras pada dirimu,” ungkap Ummul Mukminin itu lembut.

Umar menatap putrinya dan berkata, “Wahai Hafshah, bukankah engkau sudah tahu bahwa Rasulullah tidak pernah makan roti sampai kenyang hingga dua hari berturut-turut? Hafshah, bukankah engkau sendiri pernah mengatakan bahwa Rasulullah hanya memiliki sebuah selimut beludru yang beliau pakai untuk selimut pada musim dingin dan beliau hamparkan di bawah sebagai alas tidurnya pada musim panas. Hafshah, bukankah aku telah diberi tahu bahwa Rasulullah belum pernah merasakan roti lunak dan lembut dalam hidupnya…” Umar menyebutkan beberapa hal kepada Hafshah, lalu menangis sehingga Hafshah pun ikut menangis.

Beliau kemudian bangkit meninggalkan ayahnya.

Bagaimana setan tidak takut kepada Umar? Sesungguhnya seluruh dunia berada dalam genggamannya.

Sesungguhnya orang yang sabar mengekang syahwatnya akan menginjak dunia dengan kakinya. Sesungguhnya orang yang sabar mengekang hawa nafsunya dan tidak menaatinya, ia lebih kokoh dari gunung-gunung yang kokoh.

Dhani El Ashim

Disadur dari Tarbiyah Jihadiyah jilid ke-10 karya syaikh Abdullah Azzam.

@BelajarSejarahIslam
718 views22:33
Ochish/sharhlash
2023-01-28 01:01:02 Ketiga

Ucapan Umar, “Istriku memasak makanan dan mengadon roti untukku, dia mencuci bajuku dan menyusui anakku padahal semua itu bukanlah kewajiban baginya,” merupakan ucapan yang tidak shahih. Pelayanan istri terhadap suaminya merupakan kewajiban menurut cara yang ma’ruf dan khususnya masalah penyusuan. Wajib bagi istri untuk menyusui anak-anaknya tanpa upah apabila dia masih menjadi istri suaminya.

Sehingga kesimpulannya adalah bahwa kisah di atas tidak ada asalnya, matannya berisi kemungkaran dan tidak shahih. Oleh karena itu tidak benar menjadikannya sebagai dalil tentang kebolehan bagi istri untuk meninggikan suara terhadap suaminya.

Meninggikan suara terhadap suami merupakan perangai dan pergaulan yang buruk. Hal itu tidak diperbolehkan.

Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin menjelaskan,
“Kami katakan kepada istri (yang berbuat seperti itu) bahwa meninggikan suara kepada suaminya itu merupakan perangai yang buruk. Suami adalah penanggung jawab dan pemimpin baginya maka sudah selayaknya untuk dihormati dan diajak berkomunikasi dengan budi bahasa yang baik karena hal itu lebih memungkinkan untuk mencapai kerukunan dan kecintaan di antara pasangan suami istri. Demikian juga dengan suami, dia harus mempergauli istrinya dengan baik pula sehingga terwujud kesalingan pergaulan yang baik.
Allah ﷻ berfirman, “Bergaullah kalian dengan mereka cara yang baik. Kemudian jika kalian tidak menyukai mereka (maka bersabarlah) karena mungkin kalian tidak menyukai sesuatu, padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.” (QS. An-Nisa: 19)

Maka nasihatku kepada istri (yang melakukan perbuatan ini), hendaklah dia bertakwa kepada Allah ﷻ mengenai dirinya dan suaminya. Janganlah meninggikan suara kepada suaminya terutama tatkala suaminya itu mengajak bicara kepadanya dengan tenang dan lembut.”

Takutnya Para Wanita pada Umar

Dari Sa’ad bin Abu Waqqash radhiyallahu ‘anhu dia berkata:

Umar meminta izin masuk kepada Rasulullah ﷺ. Saat itu di rumah Rasulullah ﷺ ada beberapa perempuan Quraisy yang sedang berbincang-bincang lama dengan beliau seraya mengangkat suara mereka.

Ketika mengetahui Umar meminta izin untuk masuk, para perempuan itu terdiam dan bergegas-gegas untuk berhijab. Rasulullah ﷺ mengizinkan Umar masuk. Rasulullah ﷺ tertawa, lalu Umar berkata, “Semoga Allah senantiasa membahagiakanmu, wahai Rasulullah.”

Rasulullah ﷺ bersabda, “Aku heran dengan para perempuan yang ada di sini, ketika mendengar suaramu, mereka langsung saja berhijab.”

Umar berkata, “Wahai Rasulullah, engkaulah yang lebih patut untuk mereka segani.”

Kemudian Umar berkata (kepada para perempuan itu), “Wahai musuh-musuh bagi jiwa-jiwa kalian sendiri! Kenapa kalian takut kepadaku tapi tak takut kepada Rasulullah ﷺ”

Para perempuan itu berkata, “Iya! Karena kamu lebih galak dan lebih kasar daripada Rasulullah ﷺ.”

Rasulullah ﷺ pun bersabda, “Wahai Ibnul Khatthab, demi Allah yang jiwaku berada di tangan-Nya. Tidaklah setan mendapatimu melalui satu jalan kecuali dia akan mengambil jalan yang berbeda dengan jalan yang kau lalui.”

(HR. Bukhari No. 3120 dan Muslim No. 2397)

— Ust. Hendra Wibawa Wangsa Widjaja

@BelajarSejarahIslam
852 views22:01
Ochish/sharhlash
2023-01-27 01:49:01 Kisah Umar bin Khatthab Dimarahi Istrinya

Syaikh Muhammad Shalih Al Munajjid menjelaskan sebuah kisah yang banyak beredar di internet dan buku-buku pernikahan.

Bahwasanya seorang lelaki mendatangi Umar untuk mengadu tentang perangai istrinya, lalu lelaki itu berdiri di depan pintu rumah Umar dan mendengar suara omelan istri Umar kepada Umar. Umar bin Khattab sendiri diam tak bersuara, tak membalas omelan istrinya itu.

Lelaki itu pun berbalik pergi seraya berkata (dalam hati), “Jika keadaan Amirul Mu’minin Umar bin Khatthab saja seperti ini, bagaimana bisa (aku mengadukan) perihalku.”

Umar keluar dari rumah dan melihat lelaki itu pergi. Umar memanggil lelaki itu, “Apa keperluanmu, wahai saudaraku?”

Lelaki itu berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, aku datang untuk mengadu kepadamu tentang perangai istriku yang selalu mengomeliku, namun barusan aku mendengar istrimu pun berbuat demikian kepadamu sehingga akupun kembali seraya berkata (dalam hati) kalau keadaan Amirul Mu’minin dengan istrinya pun seperti ini, bagaimana bisa (aku mengadukan) perihalku.”

Umar pun berkata kepada lelaki itu, “Aku menanggung omelannya (dengan sikap diamku) karena hak-hak yang dimilikinya dariku. Istriku memasak makanan dan mengadon roti untukku, dia mencuci bajuku dan menyusui anakku padahal semua itu bukanlah kewajiban baginya. Selain itu, hatiku pun merasa tenang kepadanya dan (terjauhkan) dari hal-hal yang haram. Itulah yang membuatku (bersikap diam) menanggung omelannya.”

Lelaki itu berkata, “Wahai Amirul Mu’minin, seperti itu pulakah istriku?”

Umar menjawab, “Kau tanggunglah beban itu, wahai saudaraku. Karena semua (omelan) itu hanya sejenak saja.”

Kami tidak mendapati asal bagi kisah ini, tidak pula kami dapati seorang pun dari ulama hadits yang membicarakan hadits ini.

Kisah ini hanya disebutkan oleh Syaikh Sulaiman bin Muhammad al-Bujairami, ahli fikih mazhab asy-Syafi’i, di kitab Hasyiyah ‘ala Syarh al-Minhaj (3/441-442) sebagaimana disebutkan juga oleh Abu al-Laits as-Samarqandi, ahli fikih mazhab al-Hanafi, di kitabTanbih al-Ghafilin (halaman 518), demikian juga Ibn Hajar al-Haitami di kitab az-Zawajir (2/80).

Akan tetapi tak seorang pun dari ketiganya yang menyebutkan sanad bagi kisah tersebut, bahkan mereka mengemukakannya dengan shighah at-tamridh yang menunjukkan kelemahan riwayat seperti, “Dzukira anna rajulan (disebutkan bahwa seorang lelaki),” atau, “Ruwiya anna rajulan (diriwayatkan bahwa seorang lelaki),”dan penyebutan (shighah tamridh) ini mengindikasikan bahwa kisah tersebut tidaklah sahih, dan ini dikuatkan pula oleh hal-hal berikut:

Pertama

Kisah ini berlawanan dengan hal yang masyhur dalam sejarah Umar radhiyallahu ‘anhu tentang keadaannya yang disegani manusia. Lantas bagaimana dengan istrinya? Ibn ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,“Setahun lamanya aku menahan diri untuk bertanya kepada Umar bin Khatthab mengenai satu ayat al-Quran. Aku tak berani menanyakannya karena kewibawaannya.”–Diriwayatkan oleh Bukhari No. 4913 dan Muslim No. 1479.

Amr bin Maimun berkata, “Aku menyaksikan Umar radhiyallahu ‘anhu pada hari beliau ditikam. Tidak ada hal yang menghalangiku untuk berada di shaf pertama kecuali kewibawaannya. Umar memang lelaki yang disegani.” –Hilyah al-Auliya’ (4/151).

Kedua

Suara keras yang ditujukan kepada Umar radhiyallahu ‘anhu oleh istrinya sampai-sampai terdengar oleh orang yang berada di luar rumah, sementara Umar hanya berdiam diri saja adalah kemungkaran bukan kesabaran, dan yang diketahui dari ahwal Amirul Mu’minin, beliau akan mengingkari perkara demikian dengan menghentikannya.

Umar adalah orang yang ditakuti oleh setan. Seandainya Umar melewati sebuah jalan, niscaya setan akan melewati jalan lain yang tak dilewati oleh Umar. Perempuan-perempuan yang meninggikan suara dan mengomeli suami mereka tidaklah dikenali di kalangan salaf.

Kita lanjutkan kisahnya besok, insyaallah

@BelajarSejarahIslam
942 views22:49
Ochish/sharhlash
2023-01-25 01:31:51 "Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketaqwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah," kata Ashim sambil tersenyum.

"Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khalifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka. "Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian," jelas Khalifah Umar.

Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana dengan menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Sesudah Ashim menikah dengan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia dan membahagiakan kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz.

Subhanallah... Maha suci Allah. Yang pada akhirnya Umar bin Abdul Aziz menjadi pemimpin yang jujur yang memimpin bangsa arab.

@BelajarSejarahIslam
1.1K views22:31
Ochish/sharhlash
2023-01-25 01:31:31 Umar bin Khattab dan Gadis Jujur

Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu memiliki kegemaran melakukan ronda malam sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya secara langsung dari dekat.

Ketika melewati sebuah gubuk, khalifah merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik. Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

Dari balik bilik Khalifah Umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.

"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan itu. "Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit."

"Benar anakku," kata ibunya.

"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya.

"Hmm, sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan," kata ibunya. Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu.

"Nak," bisik ibunya seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah."

Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah itu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya.

"Tidak, Bu!" katanya cepat. "Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.

"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal.

"Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?"

"Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita," kata ibunya tetap memaksa. "Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!"

"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apapun kita menyembunyikannya," tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang. Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.

"Aku tidak mau melakukan ketidak jujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin, Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat," kata anak itu. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres. Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.

"Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!" gumam Khalifah Umar. Dia beranjak meninggalkan gubuk itu kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.

Keesokan paginya, Khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Diceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.

"Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya," kata Khalifah Umar. "Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut kepada manusia. Tapi takut kepada Allah yang Maha Melihat." Ashim bin Umar menyetujuinya.

Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.

"Tuan saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami," sahut ibu tua ketakutan.

Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya. "Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya ibu dengan perasaan ragu.
980 views22:31
Ochish/sharhlash
2023-01-24 01:34:35 Tokoh Tabi'in Syuraih Al-Qadhi, Hakim Yang Bijak


Hari itu, amirul mukminin Umar bin Khathab radhiyallahu ‘anhu membeli seekor kuda dari seorang dusun. Setelah membayarnya, beliau menaiki kuda tersebut dan bermaksud pulang menuju rumahnya. Namun tak seberapa jauh dari tempat itu, tiba-tiba kuda tersebut menjadi cacat dan tak mampu melanjutkan perjalanan. Maka Umar membawanya kembali kepada si penjual seraya berkata,

Umar: “Aku kembalikan kudamu, karena ternyata dia cacat.”

Penjual: “Tidak wahai amirul mukminin, tadi aku menjualnya dalam keadaan baik.”

Umar: “Kita cari seseorang yang akan memutuskan permasalahan ini.

Penjual: “Aku setuju, aku ingin Syuraih bin al-Harits al-Kindi menjadi hakim bagi kita berdua.”

Umar: “Mari.”

Amirul mukminin Umar bin Khathab bersama penjual kuda tersebut mendatangi Syuraih. Umar mengadukan penjual itu kepadanya. Setelah mendengarkan juga keterangan dari orang dusun tersebut, Syuraih menoleh kepada Umar bin Khathab sambil berkata,

Syuraih: “Apakah Anda mengambil kuda darinya dalam keadaan baik?”

Umar: “Benar.”

Syuraih: “Ambillah yang telah Anda beli wahai amirul mukminin, atau kembalikan kuda tersebut dalam keadaan seperti tatkala Anda membelinya.”

Umar: (memperhatikan Syuraih dengan takjub lalu berkata) “Hanya beginikah pengadilan ini? Kalimat yang singkat, dan hukum yang adil. Berangkatlah ke Kufah, karena aku mengangkatmu menjadi qadhi di sana.”

Ketika Umar menetapkan Syuraih bin al-Harits sebagai qadhi, beliau bukanlah sosok yang asing di kalangan masyarakat Madinah. Beliau adalah orang yang memiliki kedudukan di antara para ahli ilmu, tokoh-tokoh terkemuka, para sahabat dan para tokoh tabi’in.

Beliau termasuk dalam bilangan ulama yang terhormat dan utama, diperhitungkan dalam tingkat kecerdasan, kebagusan perilaku, banyaknya pengalaman, dan kedalaman wawasannya.

Beliau dilahirkan di Yaman kota al-Kindi, hidup lama dalam masa jahiliyah. Ketika cahaya hidayah datang di jazirah Arab memancarkan sinar Islamnya sampai ke Yaman, Syuraih termasuk orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, turut menyambut dakwah menuju hidayah dan kebenaran.

Siapapun yang mengetahui keutamaan dan keistimewaan pribadinya berandai sekiranya Syuraih lebih cepat sampai ke Madinah dan bertemu Rasulullah ﷺ sebelum wafat, tentu beliau bisa menggali ilmu dari sumbernya secara langsung tanpa perantara. Beliau bisa mendapat bagian kehormatan sebagai sahabat setelah mendapatkan hidayah itu, hanya saja apa yang telah ditakdirkan untuknya telah terjadi.

Bukanlah berarti gegabah jika al-Faruq Umar bin Khathab menyerahkan jabatan dalam pengadilan agung itu kepada seorang tabi’in, meski dalam masyarakat Islam saat itu masih banyak sahabat Nabi yang bersinar cemerlang bagai cahaya bintang. Waktu pun telah membuktikan betapa firasat dan pilihan Umar radhiyallahu ‘anhu adalah tepat.

Terbukti, Syuraih menjadi qadhi di pengadilan selama 60 tahun secara berturut-turut sejak masa khilafah Umar bin Khathab, lalu Utsman bin Affan, lalu Ali bin Abi Thalib, Muawiyah serta khalifah setelah Mu’awiyah dari Bani Umayyah. Hingga akhirnya beliau mengundurkan diri pada awal pemerintahan Hajjaj bin Yusuf sebagai wali di Irak.

Beliau telah berumur 107 tahun. Hidupnya penuh dengan peristiwa dan pujian. Pengadilan Islam bersinar karena keindahan keputusan-keputusan Syuraih dan semerbak dengan indahnya kepatuhan dari kaum muslimin maupun non muslim. Itu semua karena ditegakkannya syariat-syariat Allah oleh Syuraih, juga berkat kerelaan semua orang untuk menerima keputusannya.

@BelajarSejarahIslam
984 views22:34
Ochish/sharhlash
2023-01-23 01:01:15 Mendengar nama Amir disebut, orang Suriah itu kaget bukan kepalang. Ia tidak mengira, jika “kuli“ yang membawa barangnya adalah Gubernur Negeri Mada’in. Dengan penuh rasa hormat, orang itu meminta barangnya untuk dibawanya sendiri. Tapi Salman tidak membolehkannya. Ia terus membawanya sampai ke tempat tujuan.

Ketika Sa’ad bin Abi Waqqash datang ke rumah Salman, ia melihat Salman sedang sedih. “Demi Allah,“ kilah Salman kepada tamunya, “Saya bukan karena takut mati atau mengharap kemewahan hidup di dunia, tapi ingat pesan Rasulullah “Hendaklah bagian masing-masingmu dari kekayaan dunia ini seperti bekal seorang pengelana“. Padahal barang yang saya miliki cukup banyak,“ kata Salman mengakhiri tangisnya.

“Bangunan rumah Salman, hanya sekedar dapat digunakan bernaung di waktu panas dan berteduh di kala hujan. Jika penghuninya berdiri, kepalanya terantuk sampai langit-langit, dan jika berbaring kakinya sampai ke dinding. Sedang di dalamnya tak ada perabotan kecuali sebuah piring untuk makan dan baskom untuk persediaan air. Meski demikian, ia tetap risau, menganggap barang-barang yang dimilikinya masih berlebihan.“
(Buku Bunga Rampai Ajaran Islam No. 14 , Badruzzaman Busyairi)

Di rumahnya, Salman tanpa ragu mengerjakan sendiri pekerjaan yang semestinya digarap pelayannya. Sedang rumahnya sangat sederhana, tidak mengesankan sebagai rumah seorang gubernur.

Ia memiliki baju jubah yang juga ia kenakan sebagai alas untuk tidur. Rumahnya lebih menyerupai rumah rakyat kecil yang miskin.
Menjelang wafat, dalam keadaan masih menjadi gubernur, para penduduk melihat harta warisan Salman yang akan ditinggalkan. Tidak lebih, sebuah sorban besar yang ia gunakan untuk alas duduk ketika ada tamu yang datang serta ia gunakan untuk duduk di pengadilan yang ia adakan. Ia memiliki tongkat yang ia gunakan untuk bertopang, berkhutbah dan menjaga diri; serta sebuah wadah untuk makan, mandi dan berwudhu.

Saat sakaratul maut, Salman menangis. Penduduk Kuffah pun bertanya, “Kenapa engkau menangis?”

“Aku menangis karena Rasulullah ﷺ pernah bersabda kepada kami, “Hendaklah bekal kalian di dunia seperti bekal orang yang bepergian. Sementara kita semua lebih suka menumpuk harta dunia,” demikian Salman mengutip hadits yang diriwayatkan Ahmad.

Penduduk lantas menjawab, “Semoga Allah mengampunimu. Lantas sebanyak apa harta yang kau miliki Salman?”

“Apa kalian meremehkan ini? Aku takut pada hari kiamat akan ditanya tentang sorban, tongkat dan wadah ini,” ujarnya.

Inilah kisah mulia tentang kezuhudan seorang gubernur Salman al Farisi di saat para pemimpin berebutan kekuasaan, harta dan kekayaan serta pamrih.

Sumber: Hidayatullah.com

@BelajarSejarahIslam
1.1K views22:01
Ochish/sharhlash