Get Mystery Box with random crypto!

Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu 'anhu (Pengurus Air Min | SEJARAH ISLAM

Abbas bin Abdul Muthalib radhiyallahu 'anhu
(Pengurus Air Minum untuk Dua Kota Suci)

SERI 2
   
Hal itu akan berbeda bila Rasulullah mengetahui keadaan pamannya yang sebenarnya, dan juga mengetahui bahwa pamannya itu menyembunyikan keislamannya dalam dadanya, mengetahui jasa-jasanya yang tidak sedikit serta pengabdiannya yang tidak terlihat terhadap Islam, dan terakhir mengetahui bahwa ia dipaksa ikut berperang dan mengalami tekanan, dalam kondisi ini Nabi ﷺ wajib melepaskan orang yang mengalami nasib seperti ini dari bahaya, dan melindungi darahnya selama kemungkinan masih terbuka.

Bila Abu Al-Bakhtari—yang bukan sanak keluarga Nabi—tidak diketahui menyembunyikan keislamannya, tidak pula membela Islam secara diam-diam sebagaimana Abbas. Kelebihannya hanya ia tidak pernah ikut-ikutan para pemuka Quraish dalam menyakiti dan menganiaya kaum Muslimin. Ia tidak menyukai perlakuan mereka tersebut dan ikut berperang karena dipaksa dan tertekan.

Bila Abu Al-Bakhtari dengan kondisinya seperti itu telah berhasil mendapatkan syafaat Rasulullah untuk dilindungi darahnya serta nyawanya, apakah tidak lebih pantas bila syafaat itu diberikan kepada seorang Muslim yang terpaksa menyembunyikan keislamannya, orang yang membela Islam dalam beberapa sikap yang dapat disaksikan, sedangkan yang lainnya hanya secara diam-diam? Ya, ia lebih pantas.

Sebenarnya Abbas adalah seorang Muslim dan pembela itu. Mari kita kembali ke belakang sejenak untuk melihatnya.

Pada Baiat Aqabah II, ketika 73 lelaki dan 2 perempuan utusan Anshar datang ke Mekah pada musim haji guna berbaiat kepada Allah dan Rasul-Nya, dan untuk merundingkan Hijrah Nabi ke Madinah, waktu itu Rasulullah menyampaikan berita kedatangan utusan dan baiat ini kepada pamannya karena beliau sangat mempercayainya dan memerlukan buah pikirannya.

Ketika tiba waktu berkumpul yang dilakukan secara sembunyi-sembunyi, Rasulullah keluar bersama pamannya, Abbas, ke tempat orang-orang Anshar menunggu. Abbas ingin menyelidiki dan menguji kesetiaan orang-orang tersebut terhadap Nabi. Untuk menceritakan hal ini, kita persilakan saja salah seorang anggota utusan itu menyampaikannya langsung kepada kita kisah yang didengar dan dilihatnya sendiri. Orang tersebut ialah Ka’ab bin Malik.

Ia menuturkan, “kami telah duduk menanti kedatangan Rasulullah di jalan antara dua bukit, hingga akhirnya beliau datang bersama Abbas bin Abdul Muthalib. Abbas mengawali pembicaraan, ‘Wahai kaum Khazraj, anda sekalian telah mengetahui kedudukan Muhammad di sisi kami. Kami telah membela Muhammad dari kejahatan kaum kami. Ia sebenarnya mempunyai kedudukan mulia di tengah-tengah kaumnya dan kekuatan negerinya, tetapi ia enggan menerima itu dan lebih memilih bergabung dan hidup bersama kalian. Seandainya kalian benar-benar hendak menunaikan apa yang telah kalian janjikan kepadanya dan kalian membelanya terhadap orang yang memusuhinya, silakan kalian memikul tanggung jawab tersebut. Tetapi, seandainya kalian bermaksud menyerahkan dan mengecewakannya sesudah ia bergabung dengan kalian, lebih baik kalian meninggalkannya sekarang’.”

Abbas mengucapkan kata-katanya yang tajam dan tegas itu dengan sorotan matanya seperti mata elang ke wajah orang-orang Anshar. Ia menunggu jawaban dan tanggapan dari mereka secepatnya.

Tidak cukup di situ saja, kecerdasan Abbas merupakan kecerdasan praktis yang dapat menjangkau hakikat dari sebuah materi dan menelisik setiap dimensi dengan perspektif seorang penguji yang berpengalaman. Dan itu ia tunjukkan dengan melontarkan pertanyaan yang cerdik, “Gambarkanlah kepadaku tentang peperangan, bagaimana cara kalian memerangi musuh-musuh kalian.”

Berdasarkan kecerdasan dan pengalamannya bersama orang-orang Quraisy, Abbas dapat menyimpulkan bahwa peperangan merupakan perkara yang tidak mustahil akan terjadi di antara Islam dan kemusyrikan. Orang-orang Quraisy tidak akan mundur dari agama, kedudukan, dan keingkarannya. Sedangkan Islam yang merupakan agama yang benar itu tidak akan mengalah terhadap yang bathil untuk mempertahankan hak-hak yang telah disyariatkan.

Kita lanjutkan besok ya...